Tradisi Tionghoa:
Dalam tradisi tionghua
perhormatan kepada leluhur merupakan hal yang sangat penting. Berikut beberapa
ritual atau upacara yang biasa dilakukan oleh orang Tionghua dalam penghormatan
kepada leluhur.
Ritual Berkabung
Praktik berkabung biasanya menggunakan tata cara yang
terperinci , dan yang umumnya selalu ada adalah: Meratap sebagai penanda bahwa
terjadi kematian di dalam keluarga, keluarga mengenakan pakaian putih
pemakaman, memandikan jenasah, mempersembahkan barang-barang secara simbolis
kepada jiwa yang meninggal (seperti uang dan makanan), menyiapkan dan memasang
papan arwah, memanggil spesialis ritual (pendeta Tao atau Buddhis), memainkan
musik atau membacakan doa untuk menemani jenasah dan menenangkan jiwa yang meninggal,
menutup peti jenasah, menjauhkan peti dari masyarakat.[3] Terdapat
kepercayaan bahwa keras-tidaknya ratapan yang dikeluarkan menggambarkan
hubungan orang yang meratap dengan yang meninggal.
Jika orang yang meninggal berusia di bawah 80 tahun, semua
perlengkapan (lilin, kain nama, taplak meja, dan sebagainya) menggunakan warna
putih. Tetapi jika yang bersangkutan berusia lebih dari 80 tahun, peralatan
yang digunakan sebagian berwarna merah untuk menandakan bahwa ia telah
mengalami hidup yang panjang dan bahagia. Warna merah bagi masyarakat China
memiliki arti bahagia, sedangkan putih berarti berduka-cita.
Masyarakat China tradisional juga membedakan antara keturunan dalam dan keturunan luar. Keturunan dalam adalah semua anak, cucu, cicit, dan buyut yang berasal dari anak pria; sementara keturunan luar berasal dari anak wanita. Anggota keluarga yang termasuk ke dalam keturunan dalam menggunakan ikat kepala berwarna putih yang dijahit dengan seperca kain goni, sedangkan anggota keluarga yang termasuk keturunan luar mengenakan ikat kepala putih yang dijahit dengan seperca kain merah.
Ritual Pemakaman
Menurut budaya
tradisional China, dikatakan bahwa terdapat dua hal penting yang harus
dilakukan seseorang agar hidupnya dapat dikatakan sempurna; Pertama adalah
memakamkan ayahnya, kedua adalah memakamkan ibunya. Pemakaman dianggap menjadi
bagian dalam perjalanan hidup normal sebuah keluarga, dan menjadi pemersatu
keluarga-keluarga dari generasi ke generasi. Tujuan utamanya adalah melindungi
jiwa yang meninggal dari roh jahat, mengarahkan jiwa Yin ke bumi, dan jiwa Yang
menuju tempat para leluhur. Pemakaman memastikan jiwa yang meninggal merasa
nyaman dan tentram, serta memberikan peruntungan bagus bagi para keturunannya.
Penghormatan Selanjutnya
Para keturunan orang
yang meninggal akan memakamkan leluhur mereka bersama dengan barang-barang yang
mereka harapkan akan dibawa ke akhirat. Beberapa keluarga kerajaan meletakkan
bejana perunggu, tulang orakel, serta korban manusia atau binatang di dalam makam.
Semua persembahan tersebut dipandang sebagai segala sesuatu yang akan
dibutuhkan jiwa tersebut di akhirat dan sebagai wujud bakti kepada leluhur.
Persembahan yang paling umum adalah membakar hio dan lilin, dan mempersembahkan arak
serta makanan. Seorang medium shi (ĺ°¸)
adalah perwakilan persembahan dari keluarga orang yang meninggal semenjak masa Dinasti Zhou (1045 SM-256 SM). Selama upacara shi,
roh orang yang meninggal akan memasuki sang medium yang selanjutnya akan makan
dan minum persembahan serta menyampaikan pesan spiritual.
Agama Buddha
Dalam agama Budha
penghormatan kepada leluhur merupahan bentuk kasih sayang dari keturunan kepada
leluhur, karena dengan adanya penghormatan kepada leluhur itu menandakan
keturunan yang tetap mengingat leluhur-nya. Dalam agama Budha penghormatan
kepada leluruhur biasa disebut sebagai Upacara Pelimpahan Jasa:
Pelaksanaan upacara sesaji atau
pelimpahan jasa untuk menghormati leluhur telah di lakukan sejak jaman Buddha
bahkan sebelum itu pun sudah banyak masyarakat yang melakukan sesaji. Pada
jaman setelah munculnya Budhistsm tempat tempat upacara sesaji masih ada dan
praktek sesaji masih dilakukan oleh masyarakat. upacara sesaji telah menjadi
tradisi oleh masyarakat pada waktu itu salah satu wujud dari praktek upacara
sesaji dengan menyembelih binatang binatang untuk di jadikan korban
persembahan.
Buddha
telah menjelaskan mengenai upacara yang sukses “brahma, dalam pelaksanaan
upacara tidak ada sapi, tidak ada kambin, unggas, babi, yang di bunuh atau
tidak ada mahluk manapun yang di bunuh”. (sutta pitaka
digha nikaya IV kutadanta sutta 1993:14)
Akan
lebih baik jika umat Buddha dalam upacara sesaji tidak menggunakan daging hasil
pembunuhan. Misalnya, dalam upacara sesaji jika diharuskan untuk
menggunakan daging, maka sebagai umat Buddha, daging tersebut dapat diperoleh
dengan cara membeli di pasar ataupun di tempat pemotongan
hewan tanpa memesan terlebih dahulu.apabila melalui memesan terlebih dahulu
menurut agama buddha, umat tersebut telah melanggar pancasila sila pertama yang
menyebutkan “panatipatta veramani
sikhapadam sadiyamiyang berarti saya bertekad untuk melatih diri tidak
melakukan pembunuhan”. Maksud dari sila pertama ini bukan
hanya melakukan pembunuhan secara langsung saja, tetapimenyuruh orang untuk
melakukan pembunuhan. Mebunuh yang di maksud tidak hanya membunuh binatang
saja, tetapi juga meliputu menyiksa dan menyakiti binatang ataupun
juga manusia.
Upacara
sesaji untuk menghormati orang meninggal juga juga di lakukan umat Buddha
pada waktu Buddha parinibana. Bikkhu Ananda menanyakan kepada sang
Buddha apa yang harus di lakukan. Buddha menjelaskan untuk menghormatinya para
bikkhu melakukan perawatan seperti perawatan raja dunia. Seperti yang telah di
jelaskan sebagai berikut. “pertama tama di bungkus dalam kain linel yang baru,
dan kemudian dengan kain katun wol yang baru pula..di berikan dalam satu peti
dengan di cat meni”. (Mahaparinibana Sutta, 1986:37)
Sesui
dengan yang di jelaskan oleh sang buddha mengenai perawatan jenasah raja
dunia, Begitu pula yang di lakukan umat Buddha dan para bikkhu
terhadap jenasah Buddha. Setelah jenasah Buddha di diperabukan umat melakukan
puja bakti, serta mempersembahkan bunga bunga untuk menghormat sang
buddha hal ini di jelaskan dalam sebagai berikut. “ ... mengambil relik sang
buddha di tempatkan di tengah tengah ruang sidang... di sanalah mereka
mengadakan upacara puja bakti selama 7 hari. Untuk menghormati relik
sang buddha dengan menggunakan tari tarian, nyayian dan lagu kebaktian, serta
mempersembahkan bunga wangi wangian, melakukan puja bakti terhadap relik sang
buddha”. (Mahaparinibana Sutta 1989:40)
Cara
yang dilakukan umat buddha pada waktu itu merupakan satu penghormatan terhadap
Buddha yang meninggal dunia (Parinibbana). Jaman sekarang umat Buddha dalam
melakukan persembahan untuk orang yang sudah meninggal dengan cara puja bakti,
bunga, wewangian dan pelimpahan jasa. Upacara sesaji atau pelimpahan jasa dalam
agama Buddha selain untuk menghormati leluhur juga mempunyai makna untuk
memberikan pertolongan leluhur yang terlahir di alam peta. Seperti yang di
jelaskan sang buddha dalam aneka Sutta-Tirokudda sutta, 1989:8
sebagai berikut “bagaikan sungai,bila airnya penuh dapat mengalirkan air ke
laut. Demikian sesajen yang di berikan dapat menolong arwah dari sanak kluarga
yang telah meninggal dunia”.
Persamaan Penghormatan Kepada Leluhur Dalam Tradisi Tionghoa dan Agama Buddha
Pada dasarnya baik dalam tradisi Tionghoa maupun
agama Buddha sama-sama mengajarkan kita (sebagai keturunan) untuk terus mengingat
para leluhur kita yang telah meninggalkan dunia ini. Untuk mengingat kebaikan
dan pelajaran kehidupan yang telah meraka berikan kepada kita (sebagai
keturunan). Walupun ritual atau upacara yang kita lakukan dengan cara yang
berbeda.
Posted by:
Riska (20140710216)
Sumber:
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar